Suatu hari ada bencana banjir disuatu daerah dan air naik dengan cepatnya. Seorang pria terjebak dengan di atap rumahnya dan dengan ketakutan akan hanyut terbawa arus air, ia berseru meminta tolong kepada Allah “Allah tolong selamatkanlah saya.” Beberapa saat kemudian seorang petani tiba dengan perahunya dan berkata “Hai teman, ingin menumpang supaya kamu selamat?” Lalu pria ini menjawab “Tidak, Tuhan pasti akan menyelamatkan saya.”
Air semakin lama semakin tinggi dan sudah mencapai talang rumah. Seorang relawan penyelamat datang dengan rakit ban kuningnya “Hei, kamu turunlah dari sana supaya kamu selamat.” Lalu pria inipun menjawab “Tidak, Allah akan menyelamatkan saya.” Tak terasa air sudah setengah atap, dan pria ini semakin ketakutan karena melihat air yang sudah begitu tinggi dan dia sudah tidak bisa kemana-mana lagi. Untungnya ada relawan palang merah yang datang dengan perahu dayung nya dan menawarkan tumpangan. Tetapi, sekali lagi pria itu menolak bantuan yang ditawarkan. Dan benar saja, akhirnya ia tersapu arus air dan tenggelam.
Sesampainya disurga, pria ini bertanya kepada Tuhan mengapa Tuhan tidak datang menyelamatkan dia. Lalu Tuhan melihat pria ini dan berkata “AKU sudah mengirimkan perahu, rakit ban, dan perahu dayung kepadamu, tetapi engkau menolak smuanya itu.”
Dari sepenggal cerita diatas apa yang bisa kita petik?? Kita sebenarnya diajak untuk peka terhadap suara Tuhan, disadarkan untuk sensitif terhadap pertolongan, anugrah, dan kehendak Tuhan. Tentu saja Tuhan tidak akan langsung menampakkan diriNya dan berbicara secara langsung kepada kita, namun Ia suara-Nya dapat kita dengar melalui setiap kejadian yang terjadi, setiap moment yang kita lewati, dan IA hadir dalam diri setiap manusia. Pertanyaan nya apakah kita sudah peka terhadap suara dan kehendak Tuhan? Apakah benar ini kehendak Tuhan?
Itulah tema yang diambil untuk Persekutuan Doa tanggal 4 Juli lalu yang diadakan dirumah Pak Yohanes. Persekutuan doa yang dimulai dengan nyanyian dan sepenggal cerita yang dibawakan oleh Yulianti mengajak teman-teman yang lain untuk sharing. “Kehendak Tuhan” dari sharing teman-teman (patricia, vivi, pak yohanes) dapat disimpulkan bahwa ketika kita mengalamai ketakutan, keputusasaan, kekhawatiran, penolakan, keadaan lainnya yang membuat kita merasa tak ada lagi harapan, sudah saatnya kita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Jangan pernah kita mengandalkan kekuatan sendiri. Mungkin kehendak Tuhan bisa dalam berupa penolakan, tetapi kita harus serahkan semua kepada Tuhan. Kita harus belajar untuk semakin peka atas jawaban Tuhan “iya, tunggu, tidak” dan dalam setiap peristiwa yang terjadi Tuhan menginginkan kita semakin percaya kepada dia, kita dituntut untuk semakin beriman dan mempercayai Dia. Setelah sharing selesai, dilanjutkan dengan firman yang dibawakan oleh Romo Wawan.
[Apa Itu “Kehendak”?]
Ketika Romo Wawan menanyakan pertanyaan ini, banyak dari teman-teman yang menjawab bahwa kehendak itu adalah kemauan, keinginnan, cita-cita, ambisi, rencana, tujuan, ketentuan, ekspektasi. Jadi sebenarnya apa itu “Kehendak”? (Mat 7 : 21-23) “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu, Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam kerajaan Sorga , melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu di sorga…” Dari cuplikan injil diatas kita dapat memahami bahwa kehendak disni berarti merupakan perintah Allah. Dalam Mat 18 : 1 – 14 dijelaskan bahwa kita hendaknya rendah hati layaknya seorang anak kecil dan ditekankan bahwa Allah tidak ingin ada anak nya yang hilang. Kita sebagai ciptaan Allah hendaknya terlebih dahulu yakin dan percaya bahwa kita adalah anak allah. Kalau kita tidak percaya maka akan susah bagi kita untuk menerima dan merasakan berkat dari Allah. Saat kita dibaptis itulah merupakan awal dan bukti bahwa kita adalah anak Allah. Mat 26 : 36 – 46 pada cuplikan injil Yesus Seolah mengajukan “permintaan” (Jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu padaku,tetapi janganlah seperti yang Kuhendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki). Pada pergumulan dan ketakutan yang luar biasa Yesus mengetahui penderitaan apa yang akan Ia alami, saat ini Yesus juga menujukkan sisi kemanusiaannya, Ia merasakan ketakutan dan mengajukan “permintaan” namun pada titik itu juga Ia tetap berpasrah kepada kehendak BapaNya. Ada proses transformasi untuk benar-benar berpasrah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Bapa. Demi rencana besar maka Bapa “terpaksa” mengorbankan AnakNya karena Ia tidak ingin ada satupun anakNya yang hilang. “Kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Rm 8:28) [Katekismus 313].
Seperti apa yang mungkin pernah terjadi dalam kisah kehidupan teman-teman, terkadang walaupun masalah, kejadian, dan peristiwa yang kita hadapi dan lalui itu tidak mengenakkan dan tidak sesuai dengan keinginan kita, tetapi jika kita benar-benar berpasrah dan mau mendengarkan dan mengikuti kehendak Tuhan dengan kerendahan hati mengikuti kehendakNya percayalah yang terbaik yang akan terjadi. Santo Tomas Morus pernah berkata untuk menghibur puterinya beberapa saat sebelum mati syahidnya : “Tidak ada sesuatu yang dapat terjadi, yang tidak dikehendaki Allah. Tetapi apa pun yang Ia kehendaki, betapa pun juga pahitnya, hal itu merupakan yang terbaik untuk kita” (Surat dari Thomas More, Ed. Elizabeth F. Rogers, 206, baris 661-663). Jika kita mau meng-flashback setiap peristiwa yang kita lalui dari setiap langkah yang kita ambil serta tuntunan Tuhan sampai kita bisa dipoint ini, maka semua proses perjalanan hidup yang sudah kita lalui tidaklah mudah. Karena memang untuk masuk kedalam God’s will memang tidak mudah. Dibutuhkan kepasrahan, iman, kepekaan, dan kerendahan hati untuk bisa berjalan dalam rencana Tuhan.
[Bagaimana kita tahu bahwa itu merupakan kehendak Tuhan?]
Cara yang paling gampang untuk mengetahui bahwa ini merupakan kehendak Tuhan apabila apa yang terjadi itu sesuai dengan apa yang kita suka, apa yang kita mau, dan waktunya paling tepat. Cara ini paling gampang dan paling enak. Tapi masalahnya adalah bagaimana jika apa yang kita mau, kita suka, itu tidak terjadi. Peristiwa yang diluar ekspektasi kita yang justru terjadi. Lalu bagaimana kita tahu kalo itu memang kehendak Tuhan? Tak disangkal, kita sering kali berusaha untuk mengawinkan atau bahkan terkadang “memperkosa” kehendak Tuhan dengan keinginan kita. “Tuhan aku mau nya begini, jadiin yah seperti ini..” Kerap kali kita seperti memaksa dan menarik Tuhan untuk menjadikan seperti apa yang kita mau dan kita inginkan. Padahal mungkin Tuhan sudah memberi kita petunjuk, memberi kita arahan, tetapi kita seolah menutup mata akan hal itu. Mungkin kerap kali kita sengaja menarik suatu hubungan antara keinginan kita dan kehendak tuhan, walaupun sebenarnya kita tahu bahwa kedua hal ini berlawanan.
Jadi bagaimana kita tahu kalo kita sudah berjalan dijalan yang benar? Apa indikator ketika kita tahu bahwa kita sudah melangkah dijalan yang benar? Dalam Roma 12 : 1 -8 disebutkan bahwa hendaknya kita hidup sesuai dengan talenta yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Dalam proses menjalani kehidupan ini hendaknya kita menggunakan akal budi yang sudah dianugrahkan kepada kita untuk menilai pantas atau tidak dan apakah yang kita lakukan itu membuat damai dan nyaman dihati. Santa Katarina dari Siena mengatakan “kepada mereka yang merasa terganggu oleh apa yang mereka alami dan memberontak terhadapnya”: “Segala sesuatu timbul dari cinta, segala sesuatu diarahkan kepada keselamatan manusia. Allah tidak membuat apa pun di luar tujuan ini” (dial. 4,138). Dan Yuliana dari Norwikh mengatakan: “Dengan rahmat Allah aku menjadi sadar bahwa aku harus berpegang teguh kepada iman, dan paling sedikit dengan sama teguh harus melihat bahwa segala sesuatu, bagaimanapun keadaannya, akan menjadi baik… Dan engkau akan melihat bahwa segala sesuatu akan menjadi baik” (rev. 32) [Katekismus 313]. Baiknya setiap berdoa juga disertai dengan puasa dan kepasrahan total. Dalam katekismus 2826 disebutkan : dengan perantafaan doa “kita dapat mengetahui … manakah kehendak Allah” (Rm 12:2) Bdk. Ef 5:17., dan “memperoleh ketekunan” untuk “melakukannya” (Ibr 10:36). Yesus mengajarkan kita bahwa bukan setiap orang yang memakai banyak kata akan masuk ke dalam Kerajaan surga, “melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga” (Mat 7:21). Ingatlah selalu doa dari Bunda Maria “ Terjadilah padaku, menurut kehendakMu.”
Setelah firman selesai, maka persekutuan doa ditutup dengan doa dan acara makan bersama. Dan tentu saja tidak lupa, untuk foto bersama.. Sampai ketemu di persekutuan doa selanjutnya teman-teman. Semoga kita semakin peka dan berpasrah pada setiap kehendak tuhan. Amin. GBU All 🙂